TAK ADA YANG KILAUNYA SECEMERLANG UKHUWAH

Lalu dengan rindu kita kembali dalam dekapan ukhuwah

Mengambil cinta dari langit dan menebarkannya di bumi

Dengan persaudaraan suci, sebening prasangka, selembut nurani

Sehangat semangat, senikmat berbagi dan sekokoh janji…”

 

Semua wanita muslimah pasti memiliki cerita masing-masing tentang perjalanan hijrahnya. Tak terkecuali diri ini. Semua muslimah yang pernah mengalami proses berhijrah pasti menyadarinya bahwa peran hidayah Allah sangatlah besar. Proses berhijrah ini pun akan mengalami beberapa tantangan dan fase-fase tertentu yang bermacam-macam.

Beruntunglah para wanita yang sudah dikenalkan berhijab oleh orangtuanya sejak kecil, beruntunglah pula mereka yang tak lelah mencari hidayah Allah dan mendapatkannya melalui berbagai cara. Ada yang mendapatkannya karena mencari ilmu, peran lingkungan sekitar yang islami maupun peran sahabat-sahabat shalihah yang mendukungnya.

Bahagia sekali mereka yang berkumpul karena Allah untuk saling menjaga, menasihati, dan melengkapi. Aku pun sangat bersyukur pada Allah, karena dari masa-masa SMA-yang tak semuanya kuingat- yang kujalani beberapa tahun lalu (berasa udah tua) aku bertemu dengan mereka, para bidadari yang kecantikan hatinya seindah kilau mutiara.

Pada awalnya, kami dipertemukan di kelas X.1 yang berisi 40 siswa. Kelas keramat ini (katanya) isinya anak-anak unggulan. Lokasinya di dekat kantin, otomatis pas istirahat langsung bisa ngacir. Aku sampai sekarang masih mempertanyakan betapa beruntungnya aku masih sempat menyicipi suasana kelas penuh persaingan (setiap hari serasa perang :D) seperti itu. Dari awalnya sewaktu SMP masih bisa bertahan di tiga besar, begitu masuk kelas ini, masuk 20 besar pun sudah berat sekali, lah wong berdasarkan urutan tes penempatan kelas, aku urutan 39 sedangkan kuota kelas itu 40 orang.

Akhirnya aku bertemu dan bersahabat dengan mereka, para bidadari cerdas nan shalihah. Baru kali ini aku bersahabat dengan banyak orang sekaligus. Kami pun memulainya dengan saling mengenal dan belajar bersama, lalu bertemu lagi di ekskul yang sama yaitu rohis. Selain itu, kami juga sempat berwirausaha kecil-kecilan, usaha ini dinamai SesArt dan sempat kebanjiran pesanan sampai akhirnya kami tutup karena mengganggu rutinitas belajar L.

Memasuki kelas sebelas, kami terpisah. Tetapi, karena terpisah persahabatan kami terjalin semakin luas. Kami mulai membangun jaringan di hati masing-masing (halah) meskipun di kelas yang berbeda. Selain itu, di kelas sebelas beberapa sahabat pun mulai masuk rohis dan istiqomah didalamnya. Karena kami pengurus rohis pula saat itu, tiap pagi kami selalu berkumpul di masjid sekolah untuk piket, merapikan mukena atau belajar (baca: ngerjain PR).

Rutinitas inilah yang semakin membuat hati-hati kami semakin dekat dengan Allah. Kami mulai merasakan ada sebuah perubahan besar pada fase ini, karena sama-sama mencari ilmu dan saling tukar pikiran tentang Islam dan sebagainya, perubahan ini mulai tampak ketika kami (dengan waktu dan tahap yang berbeda pada masing-masing orang) menghijrahkan penampilan kami kearah yang lebih syar’i. Mulai dari seorang sahabat yang memutuskan berhijab dan sempat mengalami tantangan dari orang-orang di sekelilingnya, kami dukung dengan sepenuh hati dan saling menguatkan. Aku sendiri pun mulai dengan beristiqomah menggunakan manset tangan dan hijab yang lebih lebar dari sebelumnya, sahabatku mulai dengan melapisi khimarnya dua lapis sehingga tidak menerawang, ada pula yang beristiqomah untuk menggunakan rok setiap saat dan kaus kaki yang tidak pernah terlupa. Bagiku perjalanan hijrah kami ini adalah sebuah momen yang benar-benar membuat kami lebih mengerti tentang berharganya seorang muslimah.

Kelas dua belas pun kami mulai dengan menata mimpi masing-masing. Mulai sering belajar bersama, bimbel dan berburu buku kumpulan soal. Kami mulai memproyeksikan rencana masa depan kami, pertemuan-pertemuan kami, pun tentang rohis sebagai rumah kedua kami. Setelah berakhir UN, kami sempat mengadakan acara menginap yang kami namai sebagai “Mabit Ceria”. Disinilah kami menyadari bahwa sebentar lagi kami takkan bisa sering berkumpul seperti ini. Masa-masa setelah UN adalah masa yang sangat mendebarkan, selain karena kami mendapat libur panjang, kami hanya menghabiskan waktu untuk pengumuman SNMPTN dan belajar untuk tes ujian masuk perguruan tinggi. Aku pun bersyukur karena para bidadari itu telah berada pada kapalnya masing-masing (baca: tempat kuliah).

Setelah mulai sibuk di tempat kuliah masing-masing, waktu libur adalah waktu yang paling kami tunggu. Rasa rinduku yang terbayar ketika melihat raut wajah mereka penuh dengan senyuman. Pertemuan saat liburan ini memang tak lama, tapi cukuplah untuk sekedar bertukar kabar, bertukar pengalaman di kampus dan mulai merencanakan perjalanan-perjalanan baru serta saling mendo’akan kebaikan.

Kami pun selalu berusaha untuk menata niat, karena lagi-lagi setan pasti akan tetap menggoda manusia. Keimanan kami pun akan selalu diuji seiring dengan berjalannya waktu. Perjalanan hijrah ini pun tak akan berjalan mudah jika sendirian, dan Allah mengirimkan para bidadari itu untuk saling menguatkan, saling menggenggam tangan untuk melangkah bersama. Aku selalu merasa terharu jika mengilas balik pengalaman-pengalaman kami dimasa lalu sampai kami berada di tempat yang sekarang.

Suatu saat aku menyadari bahwa merekalah, para bidadari itu, jawaban dari Do’a yang pernah kupanjatkan pada Allah beberapa tahun yang lalu. Aku pernah meminta pada Allah untuk bertemu dan dikumpulkan dengan teman-teman yang satu tujuan, satu harapan dan Allah telah mengabulkannya. Ada satu do’a yang selalu menjadi pengingat bagi kami, bahwa kebersamaan ini tak berlangsung hanya di dunia, kami juga akan selalu berdoa dan terus berusaha untuk saling menjaga hingga kami dapat berkumpul di Jannah Nya kelak.

1545040_495210573933066_1778365711_n